
Banda Aceh Brantas86, 15 September 2025 – Bank Aceh Syariah mencatatkan kinerja keuangan yang solid sepanjang 2024. Laba bersih mencapai Rp443,88 miliar, Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp26,22 triliun, dan pembiayaan disalurkan hingga Rp24,40 triliun. Indikator keuangan pun menunjukkan kondisi sehat: rasio kecukupan modal (CAR) di atas 20 persen, pembiayaan bermasalah (NPF) hanya 1,88 persen, dan Financing to Deposit Ratio (FDR) mencapai 93,1 persen.
Namun, di balik kinerja positif tersebut, muncul sorotan tajam terhadap arah penggunaan dana publik. Sebanyak Rp8,08 triliun dana Bank Aceh ditempatkan di luar Aceh—terdiri dari Rp1,03 triliun dalam penempatan antarbank dan Rp7,05 triliun dalam surat berharga nasional seperti sukuk pemerintah dan obligasi korporasi.
Penempatan dana di luar Aceh dianggap sebagai strategi konservatif yang mengutamakan keamanan dan imbal hasil jangka pendek. Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen Bank Aceh dalam mendukung pembangunan daerah.
Tarmizi Age, tokoh diaspora Aceh dan mantan aktivis GAM, mengkritisi strategi tersebut:
“Bank Aceh seharusnya menjadi motor pembangunan ekonomi lokal. Menempatkan dana sebesar itu di luar Aceh, sementara UMKM dan sektor produktif kita kekurangan akses pembiayaan, adalah pilihan yang tidak berpihak pada rakyat.”
Data menunjukkan arah kebijakan yang lebih berpihak pada investasi aman dibanding penguatan ekonomi lokal. Investasi dalam surat berharga meningkat 6,6 persen, penempatan antarbank naik 21,6 persen, namun pembiayaan ke sektor riil Aceh hanya tumbuh 7,1 persen.
Sebagai pemegang saham utama, Pemerintah Aceh memegang tanggung jawab strategis atas arah kebijakan Bank Aceh. Dana publik yang dikelola seharusnya menjadi instrumen nyata untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal—bukan sekadar ditempatkan di instrumen keuangan nasional.
Para pengamat menekankan pentingnya reorientasi strategi: alokasi dana harus difokuskan pada pembiayaan UMKM, sektor pertanian, perikanan, industri kecil, dan pembangunan infrastruktur lokal. Setiap rupiah yang “diparkir” di luar Aceh adalah peluang yang hilang untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Pemerintah Aceh harus memastikan Bank Aceh tidak hanya sehat dan untung, tapi benar-benar menjadi lokomotif pembangunan ekonomi daerah,” tegas Tarmizi Age.
Bank Aceh Syariah berada di titik penting: apakah akan terus bermain aman dengan menempatkan dana di luar daerah, atau mulai berani mengambil peran aktif dalam menggerakkan ekonomi Aceh dari bawah. Keputusan ini bukan sekadar soal profit, tapi soal keberpihakan pada rakyat.(Hirawany)